Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2016

Ingatlah Sangkakala Waktumu

Ini ilustrasi sangkakala alam semesta. Sumber: https://upload.wikimedia.org/ Orang-orang sedunia baik yang yakin sampai taraf meng-imani atau yang ragu-ragu, skeptis sampai taraf tidak percaya (meski mungkin dalam hatinya terbetik rasa takut juga). Singkatnya yang ber-religi atau tidak ber-religi, dari dulu sampai sekarang sering membicarakan sangkakala waktu.

Oohh.... Gue 'tern@d@'!

Ini kisah nyata. Kisah nyata ini yang mengalaminya gue sendiri. dan kalo gue inget lagi sama kisah ini, kadang gue suka senyam-senyum sendiri karena... Ya, memang sih tiap-tiap orang punya kisah, tiap-tiap orang mengalami suatu kejadian karena mereka hidup dan bergerak. Bahkan tidurnya pun bisa jadi kisah nyata juga, hahahaha. Jadi begini kejadiannya, waktu itu, gue dan Paman gue kudu ke Bandung karena ada keperluan. Kalo nggak salah sih cuma pulang-pergi -nggak nginep-. Kita berdua berangkat pagi dan berencana pulang dari Bandung sore hari. Kenapa kita harus pulang sore hari? Sederhana jawabannya, supaya nggak kemaleman! Waktu perjalanan berangkat ke Bandung sih nggak ada masalah, semua lancar-lancar aja.

Bercinta dengan Waktu

Pikiranku melayang. Jelang dirimu. Teringat kisah cinta yang terindah dalam hidupku. Masihkah di hatimu. Tersimpan asa. Rasa dan cinta mungkin tak sempurna. Namun terjaga. Andaikan kudapat mengulang kembali. Kisah terindah di antara kita. Akan kubawa engkau pergi bersama. Menjalin cinta yang tertunda. Masihkah di hatimu. Mencintaiku. Meski kupernah buat kau terluka. Oh maafkanlah aku.

Waktu Bercerita Melalui Mulut Sejarah

Waktu melalui mulut sejarah sudah sering kali bercerita bahwa dirinya akan dihancurkan dan mati, kelak. Bercengkerama, dia bercerita dari mulai generasi awal manusia berpijak di bumi hingga generasi kini. Sebagian yang mendengar ceritanya tersungkur bersujud, sebagian tetap tegak berdiri meski akhirnya terkubur juga, dan sebagian lainnya terlupa dan dilupakan oleh sejarah.

Pupus

Sudah lupakan saja. Karena kita telah berbeda. Tak 'kan mungkin cinta kita menyatu. Kenyataan yang tercipta. Cinta kita telah terpisah. Meskipun itu pahit terasa untuk kita berdua. Sudah lupakan saja diriku. Kadang kala cinta tak harus bersama. Tak seindah apa yang pernah kita impikan. Sudah sudah lupakan saja. Kenangan diriku bersamamu. Satu harap kupinta. Terucap dari bibirmu. Maafkanlah. Cintaku telah pupus.

Bercermin

Duhai ... kesedihan melumatku.  Hingga kering kolam air mata hati.  Menggelepar sekarat.  Duhai ... kebahagiaan menghampiri sekaratku.  Membumbungkan aku dan melangit.  Tak lah kesedihan ada kebahagiaan.  Tak lah kebahagiaan ada kesedihan.  Apa yang menjadikan engkau berdua datang silih berganti bertandang?  Saat mengetuk pintuku, gemetarku membukakannya.  Mengharap harapan.  Tak lah kesedihan ada kebahagiaan.  Tak lah kebahagiaan ada kesedihan.  Di dalam gua aku berkhidmat.  Menyigi hal engkau berdua.  Pelak kau berdua s'lalu datang.  Selama ruh masih terikat di raga.  Tak lah kesedihan ada kebahagiaan.  Tak lah kebahagiaan ada kesedihan.  Hal ikhwal engkau berdua nyatanya utusan.  Menguji, mengilhami, mencerahkan.  Tak lah kesedihan ada kebahagiaan.  Tak lah kebahagiaan ada kesedihan.  Hmm ... pahamku atas engkau berdua. Duhai kesedihan. Duhai k...

Kambing Zaman Dulu Makan Rumput Masih Gratis, tapi Kambing Zaman Sekarang?

Banyak yang bilang, hidup di zaman sekarang itu lebih sulit daripada hidup di zaman sebelumnya. Yaa, memang sih ada benarnya pendapat itu. Itu bisa dibuktikan dengan cara bertanya sama para nenek dan para kakek. Dan jawaban mereka umumnya membenarkan. Buktinya sirih lebih murah di zaman dulu daripada di zaman sekarang. Hehehe. Kambing zaman dulu makan rumput masih gratis, tapi kambing zaman sekarang? Empunya kambing harus beli rumput. Hahahaha, ternyata kambing zaman sekarang banyak yang jadi majikan. Berdiri manis dikandang tunggu rumput datang. 

Suatu Pekerjaan jika di Awali dari Hobi Biasanya Akan Berlanjut Menjadi Profesi

Cukur Asgar Pernah potong rambut? Pasti jawabannya,”Pernah.” Bahkan buat kaum lelaki, potong rambut adalah suatu hal yang rutin. Dimana biasanya kita memilih tempat untuk potong rambut? Biasanya para wanita lebih memilih salon daripada potong rambut ‘Asgar’. Hehehe. Nah, tulisan ini membahas sekitar potong rambut ala ‘Asgar’. Utamanya membahas seputar si tukang potong rambutnya. Ide menulis tema ‘Asgar’ ini Saya dapat dari obrolan ringan antara Saya dan seorang tukang potong rambut ‘Asgar’.

Tersendiri dalam Hiruk Pikuk Keramaian

Tersendiri di dalam hiruk pikuk keramaian. Tersendiri di dalam dimensi waktu di mana aku terpenjara di dalamnya. Tersendiri di dalam dimensi materi yang membatasi langkah pikiran. Tersendiri di dalam diri yang menginginkan kedamaian yang hakiki. Bagai tinggal menetap di dalam rumah yang berpenghuni namun tersekat oleh kamar-kamar. Terdengar ramai di telinga kebisingan aktivitas para penghuni rumah, tapi tak ditemukan harmoni. Keramaian yang semu, kebisingan yang hening. Tak ditemukan kedamaian, kesejukan, harmoni dari para penghuni rumah. Ramai orang-orang melintas di keramaian namun yang ku rasa ke-tersendirian. Tak lah kurasa damai dalam keramaian.  Hanya bising yang kudengar. Ingin aku menetap tinggal di pinggir pulau berpantai Dimana hening adalah hening, ramai adalah ramai. Bukan ramai dan hening yang sekedar kata-kata tak bermakna. Ingin aku menetap tinggal di pinggir pulau berpantai. Duduk di pinggir pantai mendengar kebisingan debur ombak berharmoni. Men...

Antara Merawat atau Melepaskan Rasa

Merawat itu lebih pelik daripada mendapatkan. Jika sesuatu hal yang di inginkan sudah di dapat, si empunya mempunyai pilihan, melepaskan atau merawat apa yang sudah di dapatkannya. Nah, hal yang mau diangkat penulis kali ini diseputaran tema merawat suatu rasa yang orang menyebutnya C I N T A. Banyak orang setelah diberi rasa cinta tapi dalam perjalanannya rasa cinta itu pupus sedikit demi sedikit bahkan tidak sedikit sekaligus hilang, pergi begitu saja. Banyak sekali penyebabnya. Hanya saja penulis akan membahas salah satu penyebabnya, yaitu: jarak yang mengakibatkan jarang bertemunya pasangan cinta. Memang, ketika rasa cinta datang itu tidak terduga. Yang dirasakan hanya indah, indah dan indah saja. Seiring berjalannya waktu, rasa cinta, kedalamannya diuji oleh sesuatu yang namanya jarak. Ada yang berhasil lolos dari ujian, dan ada pula yang gagal lalu terpuruk.

Talak Atas Nama Cinta

Adalah bumi yang menatap langit dengan penuh harap. Dan langit yang kadang meneteskan air mata menyejukkan gulana bumi berharap. Adalah mereka dahulu bersatu.  Firman niscaya Sang Adil yang menalak untuk suatu maha rencana-Nya. Rindu dendam menyelisik pusat bumi, menggelegar di langit. Adalah langit yang awannya memeluk gunung tinggi bumi. Berharap bersatu sangkakala tertiup saat. Menghadirkan abadinya senyum terindah menaungi hamba-hamba bermahkota akhlakul karimah. Ah ... bumi berdesah. Mmm ... langit bergumam. Andai kami mampu melukis niscaya saat. Inspirasi datang di: Sept 13 2009

Aku adalah Aku

Aku adalah aku. Manusia bodoh yang berlagak sok pintar dengan sedikit ilmu seolah-olah mengetahui semuanya. Aku adalah aku. Manusia ganjil yang tak mau menggenapi. Aku adalah aku. Manusia hina yang memulyakan dirinya sendiri. Aku adalah aku. Manusia berjiwa kecil dengan jubah kebesaran materi dan kekuasaan. Aku adalah aku. Manusia picik yang berhias dengan kebijakan semu. Namun Aku adalah aku. Yang mau tak mau, sudi tak sudi Niscaya tertunduk wajah di hadapan ke-AKU-an-MU.

Kenapa Harus Malu?

Malu. Dalam keyakinan agama Islam, malu adalah sebagian dari tanda-tanda keimanan. Seseorang yang memiliki rasa malu akan berpikir sebelum berbuat, berpikir sebelum berbicara. Bahkan mungkin, berpikir sebelum berpikir!! Tapi di zaman ‘telanjang’ seperti sekarang ini, sebaliknya banyak orang merasa malu bila masih punya rasa malu. Aneh memang. Justeru sebagian orang yang berkata aneh akan dianggap orang aneh di zaman ini. Standar ke-malu-an manusia-manusia zaman sekarang kebanyakan begitu tinggi. Ya, begitu tinggi bila di bandingkan dengan kebenaran penempatan posisi rasa malu yang tepat. Contoh: Si fulan malu miskin meski dia pegawai level menengah dan si fulan tidak malu korupsi untuk menutupi ke-malu-annya sebab menjadi pegawai level menengah tapi miskin. Contoh lainnya, Si fulanah yang perawan malu dengan keperawanannya sebab lingkungan sosialnya adalah para gadis bukan perawan. Untuk itu, agar bisa tetap diterima di lingkungan sosialnya si fulanah rela hilang ke-malu-annya aga...

Nak, Ibumu Belum Pulang?

Nak, ibumu belum pulang? Ayah berjaga mata di persimpangan jalan. Sempat ayah bergumam curiga, namun ayah usir dengan sapulidi kesetiaan. Sapulidi yang ayah kumpulkan sebatang demi sebatang. Lalu sapulidi itu ayah ikat dengan tali putih bersih. Memang, tali itu terlihat agak kusam sekarang, meski begitu, batangan lidinya tetap terikat kuat. Ayah, ibu belum pulang. Kedewasaan saya tumbuh bersama ayah. Menunggu itu melelahkan ayah. Berjaga mata di persimpangan. Cobalah ayah tunggu ibu di jalan setapak. Tidak-kah ayah mengerti?

Kejujuran adalah Sederhana

Sering kita melihat kata dan kalimat yang begitu "wah" (terkesan glamour dan berlebihan seperti dalam cerita sinetron) dalam sebuah artikel. Maksud "wah" saya disini adalah suatu artikel yang membahas topik keseharian namun berisi kata dan kalimat yang menggunakan bahasa bukan sehari-hari. Ya saya hanya bisa tersenyum meringis ketika membacanya. Dalam hati saya berujar, "Ternyata kejujuran juga sudah mulai terlihat jarang dalam sebuah artikel." Tapi ... mmm ... saya mendapat satu pelajaran berharga soal kejujuran setelah membaca artikel bergaya "wah" itu. Ya, kejujuran adalah bernilai. Kejujuran adalah "emas" meski sebagian orang mempersamakannya dengan kertas (ini sebuah ungkapan untuk membedakan nilai intrinsik antara emas dan uang kertas). Nilai kejujuran sebuah artikel terlihat dari gaya menulis dan tata kata juga bahasa penulisannya yang sesuai dengan topik bahasannya. Kejujuran adalah sederhana . Bila hatinya tahu, maka jema...