Nak, Ibumu Belum Pulang?

Nak, ibumu belum pulang?
Ayah berjaga mata di persimpangan jalan.
Sempat ayah bergumam curiga, namun ayah usir dengan sapulidi kesetiaan.
Sapulidi yang ayah kumpulkan sebatang demi sebatang.
Lalu sapulidi itu ayah ikat dengan tali putih bersih.
Memang, tali itu terlihat agak kusam sekarang, meski begitu, batangan lidinya tetap terikat kuat.

Ayah, ibu belum pulang.
Kedewasaan saya tumbuh bersama ayah.
Menunggu itu melelahkan ayah.
Berjaga mata di persimpangan.
Cobalah ayah tunggu ibu di jalan setapak.
Tidak-kah ayah mengerti?



Kamu benar, nak. Kamu benar.
Jalan setapak, meski berkelak-kelok namun tidak bersimpangan dan bercabang.
Namun jalan setapak tidak melintasi kota kemewahan megapolitan.
Sebaliknya, melalui jalan setapak berujung pada kesederhanaan desa.
Itulah mengapa ayah berjaga mata menunggu ibumu di persimpangan.
Berharap bertemu ibumu di ujung jalan persimpangan.
Dan ayah meraih lengan ibumu kembali.
Lalu kita bertiga bersama melintasi jalan setapak dengan saling tersenyum meski berpeluh.
Itulah mengapa tali pengikat sapulidi itu meski kusam, tetap masih mengikat kuat tiap-tiap batangnya.
Semoga nanti kamu memahaminya, nak.

Dan lalu, ...
Maafkan Ibu nak, ... tidak sempat bertemu kalian.
Sumber: https://aguskhaidir.files.wordpress.com/

"Suamiku, anak-ku.
Ibu sudah pulang.
Namun ibu tidak sempat bertemu kalian."

Rangkaian kalimat yang kami berdua baca dari goresan pena terakhir ibu.

Comments

Pos Populer