Skip to main content

Antara Merawat atau Melepaskan Rasa

Merawat itu lebih pelik daripada mendapatkan. Jika sesuatu hal yang di inginkan sudah di dapat, si empunya mempunyai pilihan, melepaskan atau merawat apa yang sudah di dapatkannya.

Nah, hal yang mau diangkat penulis kali ini diseputaran tema merawat suatu rasa yang orang menyebutnya C I N T A. Banyak orang setelah diberi rasa cinta tapi dalam perjalanannya rasa cinta itu pupus sedikit demi sedikit bahkan tidak sedikit sekaligus hilang, pergi begitu saja. Banyak sekali penyebabnya. Hanya saja penulis akan membahas salah satu penyebabnya, yaitu: jarak yang mengakibatkan jarang bertemunya pasangan cinta.

Memang, ketika rasa cinta datang itu tidak terduga. Yang dirasakan hanya indah, indah dan indah saja. Seiring berjalannya waktu, rasa cinta, kedalamannya diuji oleh sesuatu yang namanya jarak. Ada yang berhasil lolos dari ujian, dan ada pula yang gagal lalu terpuruk.


LdR
LdR
Jarak memang kadang menjadi momok meyeramkan bagi pasangan cinta. Bagi pasangan yang harus terpisah oleh jarak, memang ada kata-kata yang dijadikan ‘jimat’, yaitu: Saling percaya. Tapi apa ‘jimat’ itu  cukup ampuh untuk menjaga rasa cinta di antara mereka tetap terjaga? 

Itulah mengapa orang-orang tua dahulu sering memberi saran biar awet hubungan jangan sering pisah jarak terlalu lama. Ada benarnya saran itu. Tapi di zaman sekarang? Saran itu apa masih bisa diterapkan? Saya ambil contoh. Di suatu desa, ada sebagian besar dihuni oleh lansia dan wanita serta beberapa anak-anak yang masih bersekolah. Kemana penghuni lelakinya? Ya, kebanyakan penghuni lelakinya merantau untuk mencari penghasilan yang lebih memadai untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Makanya, di desa itu agak susah membedakan mana yang masih gadis atau sudah menikah karena mereka umumnya menikah muda. Umumnya para lelaki kepala keluarga itu pulang ke desanya di kala hari raya 1 Syawal. Lain lagi dengan di kota. Memang, tidak seperti contoh sebelumnya, tapi bagi orang-orang kota, ada juga yang ‘merantau’ sebab tuntutan pekerjaannya. Mereka ada yang ditugaskan ke daerah lain, sementara untuk memboyong semua anggota keluarganya adalah suatu hal yang tidak efisien. Jadi mau tidak mau mereka keluar biaya ekstra setiap minggu, setiap bulan atau setiap mereka ada waktu luang untuk bertemu dengan keluarga mereka.

Memang sih, komunikasi zaman sekarang lebih maju dengan adanya komunikasi visual. Tapi, tetap saja saja bertemu secara tatap muka lebih bermakna dan mengena. Tetap nggak enak kan rasanya kalau kangen ingin mencium tapi yang dicium layar Pc atau layar Hp nya. Hehehe. Sisi positifnya ya tetap ada dengan adanya komunikasi, meski terpisah jarak tapi tetap terhubung.

Dalam hidup itu memang harus memilih. Memilih dengan resiko mau menerima akibat dari pilihan yang kita pilih. Jika kita memilih menjaga rasa cinta yang sudah ada dengan cara merawat sebaik-baiknya, akibat baik yang kita dapatkan adalah tetap terjaganya rasa cinta itu meski cobaan jarak menantang. Di butuhkan suatu kreativitas atau boleh di bilang seni merawat cinta meski terpisah oleh jarak. Dan, jika kita lebih memilih melepaskan rasa cinta yang sudah ada karena terhalang oleh jarak, yaaa… resikonya tetap harus diterima. 

Dan memang begitulah hidup. Yang utama dari semua pilihan itu adalah tetap berjuang dalam hidup seberat apapun cobaan yang datang. Semakin teruji seseorang dalam mengarungi hidupnya, semakin tenang orang itu menghadapi gelombang ujian setinggi apapun. 

Comments

Popular posts from this blog

Suatu Pekerjaan jika di Awali dari Hobi Biasanya Akan Berlanjut Menjadi Profesi

Cukur Asgar Pernah potong rambut? Pasti jawabannya,”Pernah.” Bahkan buat kaum lelaki, potong rambut adalah suatu hal yang rutin. Dimana biasanya kita memilih tempat untuk potong rambut? Biasanya para wanita lebih memilih salon daripada potong rambut ‘Asgar’. Hehehe. Nah, tulisan ini membahas sekitar potong rambut ala ‘Asgar’. Utamanya membahas seputar si tukang potong rambutnya. Ide menulis tema ‘Asgar’ ini Saya dapat dari obrolan ringan antara Saya dan seorang tukang potong rambut ‘Asgar’.

Rahim Sang Penulis

Hmmm, masih saja saya hadir di sini bertemakan tulisan artikel tentang, menulis, menulis dan ... menulis. Kenapa? Ya saja juga nggak bisa jawab! Begini, mmmm, sebentar, sebentar ... Maaf, barusan saya gosok-gosok hidung saya dulu karena gatal. (mungkin mau flu ya?). Begini, pembaca mungkin pernah memperhatikan tulisan anak-anak, atau mungkin dulu waktu kita masih sekolah ditingkat SD, tulisan kita pernah dikomentari, "Aduh, tulisan kamu bagus ya Nak." atau, "Yah Nak, tulisan kamu kok jelek ya, belajar nulis lagi ya Nak, biar bagus tulisan kamu." Sayangnya tulisan saya dari zaman SD sampai sekarang dikomentari dengan komentar mirip dengan komentar kedua. Mungkin anak-anak zaman sekarang juga masih mendapat salah satu di antara dua komentar barusan diatas. Ternyata, itu semua hanya sekadar tulisan.

Tidak Berselingkuh Terhadap Diri Sendiri

Say No? Ya! Say No!!! Ya, terlintas begitu saja, malam ini di waktu luang -sambil mendengarkan lagu favorit- saya ingin menulis, mengembangkan dari satu kata selingkuh menjadi beberapa paragraf kalimat di bawah ini. Awam dikenal bahwa kata selingkuh ini selalu berkaitan dengan hubungan lelaki-perempuan dan maklum-lah sehingga menjadikan kata selingkuh selalu melekat -jika- dua pihak itu yang berbuat.