Skip to main content

Posts

Showing posts from May, 2016

Ayu Mau, kan, Jadi Pacar Aku? Mau, Ya?

Ini satu “ puzzle ” kisah gue lagi yang gue rangkum dalam susunan huruf menjadi makna-makna. Dari kisah ini, semoga pembaca bisa mengambil pelajaran berharga –kalau ada–, nantinya. Gue dan dua orang teman gue (sebut saja Aliando ‘Cungkring’ dan Dude ‘Nino’ ) , ibarat pinang dibelah tiga, cuma gue kebagian menjadi potongan yang paling kecil sehingga selalu kelihatan macam orang yang hokinya kurang. Bahkan, sampai urusan bersaing untuk mendapatkan hati perempuan idaman, gue selalu di belakang, ketinggalan jauh sama teknik mereka berdua. Meski begitu, sebagai kawan akrab, untuk urusan mendapatkan hati perempuan nggak bikin keakraban kita jadi renggang. Gue yang sempat merantau di Surabaya ‘ketimuran’, sedang Cungkring yang Tegal ngapak, juga Nino yang Brebes ngapak, banyak mengajarkan filosofi-filosofi hidup “ngapak” ‘ketengahan’ kepada gue. Sedangkan, gue sendiri sebenarnya ‘kebaratan’ yang sempat ‘ketimuran’ dan akhirnya mendapat polesan ‘ketengahan’ dari mereka berdua. Satu co...

Jelang Ramadan Tahun 2016

Jelang Ramadan tahun 2016 H-10 (meski belum dipastikan 1 Ramadannya) sudah mulai terasa orang-orang bersiap menyambut kedatangannya. Ya, memang Ramadan bagi sebagian besar kaum muslimin adalah bulan penuh barokah. Oleh sebab itu mereka suka dan berbahagia menyambut kedatangannya. Di lingkungan rumah saya saja hari Minggu kemarin bapak-bapak mengadakan kegiatan bersih-bersih lingkungan dengan menghias, membersihkan selokan, merapikan tanaman sisi jalan menuju masjid. Dan biasanya, masjid juga kebagian jatah dibersihkan dan disiapkan segala hal yang berkaitan dengan kegiatan rutinitas ibadah di bulan Ramadan. Tujuannya supaya jama’ah nyaman nantinya beribadah di masjid. Di sisi lain, banyak orang yang bersiap dengan cara berhemat pengeluaran yang hasilnya nanti di gunakan jelang hari raya (1 Syawal). Mengapa berhemat? Karena budaya mudik dan bersilaturahmi butuh biaya ekstra. Bahkan perkiraan saya, tidak sedikit orang-orang yang mulai berhemat menyisihkan penghasilannya mulai dari bula...

Menulis Seperti Labirin

Anda hobi menulis? Anda hobi membaca? Jika jawabannya “Ya”, maka Anda akan terus membaca artikel saya kali ini. Sebab, antara penulis dan pembaca memiliki satu kesamaan yaitu, membaca. Seperti kita sudah mengetahui bersama bahwa tujuan dari berbicara dan menulis adalah menyampaikan ide (baik itu ide pokok dan ide turunan dari ide pokoknya) yang terkandung dari tulisan dan perkataan pihak kepada pihak lain. Pihak ke-1 —>  (tulisan & perkataan) Sarana —>  Pihak ke-2 Jika ide yang terkandung dalam tulisan dan perkataan itu tersampaikan dengan baik –sesuai dengan apa yang diharapkan pihak ke-1– kepada pihak ke-2, maka bisa disimpulkan, tulisan dan/atau perkataan itu sukses dengan baik, dipahami;  dimengerti oleh pihak ke-2. Saya akan beri contoh sederhana kalimatnya –yang bisa ditulis atau diucapkan– sebagai berikut: “Nak, tolong belikan Djarum di warung.” kata seorang bapak meminta tolong kepada anaknya. Jika anak itu berangkat ke warung ke...

Jati Diri

Berjelaga nadi mencari jati diri Di antara desak rusak zaman yang berserak Serak kuberteriak Kakiku tertusuk onak duri Pedih Perih Sedih Merintih Tertatih-tatih #AdaYangPunyaObatMerah ? Biar bagaimana Inilah hidup fana Bungkam "aduh"-mu Dengan senyum bisu Yakinlah, sebentar lagi ku-mu Terurai bagai anai-anai Melangit bersama cahaya Jati diri yang sebenarnya Lalu ... di manakah aku, dan kamu? Jati diri yang dicari? ... terpendam dalam bumi

Balada Orangtua Singkong

Dengarkanlah, Nak. Orangtuamu ini hanyalah orangtua singkong Yang tak pernah mengajak engkau melancong Melihat tempat-tempat kinclong Tengok dan lihat wajah Ibumu ini, Nak Ibumu ini adalah perempuan yang hanya menurut kepada takdirnya. Takdir Ibu adalah memiliki engkau atas perjanjian amanah Ibu genggam erat atas nama cinta Tengoklah dan lihat mata Ayahmu, Nak Mata Ayahmu ini mata yang benci untuk menangis Meski hatinya sering meringis pedih bila melihat apa yang engkau inginkan tak tergubris Lalu sang anak itu pun menjadi besar di bawah terik sinar mentari, ditemani cahaya rembulan

Hasrat Guilani

Malam ini, Guilani terlihat gagah di mata Vaiya. Dengan dua bahu bidangnya berjalan dengan gaya yang sungguh lelaki. Tatapan Vaiya tak lepas dari memperhatikan Guilani, seolah ia ingin matanya merekam semuanya dari Guilani dan memutar ulang ketika ia pejamkan matanya nanti. Siapa tahu, Vaiya bisa memimpikan tentang Guilani. Merasakan hangat sentuhan kulitnya. Saling bertatapan hingga hasrat itu datang. "Aahh," gumam Vaiya, "belum selesai matanya merekam, hasrat itu sudah datang." Sementara Guilani, semakin menjadi pongah menyadari di sudut ruangan ada seorang perempuan sedang memperhatikan dirinya. Dia tampilkan semua kelelakiannya untuk memikatnya. Guilani berjalan ke sana kemari bak bintang di atas karpet merah. Guilani semakin yakin bahwa perempuan itu sudah terpikat. Perempuan itu tetap bergeming. Perlahan tapi pasti, Guilani menghampiri Vaiya. Vaiya tetap bergeming terpesona dan tubuhnya seperti lekat di tempatnya. Semakin dekat Guilani mendekat, tatap...

Mey Mey Oh Mey Mey

Hehe, sepupu gue (si Mey Mey) nanya, "Yong, gue dah baca artikel-artikel di blog elu. Itu si Mbah Jingan siape, Yong?" Sepupu gue itu nanya-nya via chat Bbm ke gue. Mmm ... kira-kira setahun-an lalu (gue lupa euy). Waktu itu, gue sempet kaget juga, kok sebegitu kepo-nya sepupu gw, juga kalo pake istilah gw sendiri: "Kok jeli sepupu gw baca satu artikel ( ini artikelnya ) gue itu."  Sebenernye siapa sih Mbah Jingan?  Mbah Jingan itu adalah sosok orang yang saya tua-kan 'disegani'. Saya nggak bisa menebak kapan Mbah Jingan "muncul" di hadapan saya. Dan, –sayangnya– saya juga nggak bisa minta kepada Mbah Jingan untuk hadir –muncul– kalau saya membutuhkan wejangan-wejangannya. Semua tergantung kemauan Mbah Jingan. Orang tua (Mbah Jingan) itu “aneh” –menurut pendapat saya pribadi–. Kalau pas “muncul” di hadapan saya, bicaranya sedikit tapi “mengena”. Bisa jadi sedikit bicaranya itu sebab memang Mbah Jingan mengerti bahwa perkataan itu bisa m...

Inilah Aku

Inilah aku. Seorang anak manusia yang dibesarkan dari tempat penampungan. Seorang anak yang tak pernah mengecap setetes pun air susu ibunya dan belaian sayang bapaknya. Aku dilahirkan normal, ya ... normal. Aku dilahirkan dari rahim ibu yang abnormal jiwanya. Seorang perempuan yang kalah perang dengan egonya sendiri lalu bersekutu dengan iblis. Sementara ayahku, cih! Lelaki ganteng berjiwa serigala yang mempertuhankan selangkangannya. Melalui mereka aku lahir dan akhirnya terdampar di penampungan. Spesies-ku, yang memiliki nasib sama denganku, memang jumlahnya tidak banyak di muka bumi ini. Tapi, apa yang aku rasakan dari setiap detik yang aku alami, mungkin akan menghabiskan seluruh senyum kebahagiaan kalian dalam beberapa kejap saja. Kalian tidak percaya? Apa kalian pernah merasakan rindu sekaligus dendam kesumat kepada orangtua kalian? Apa kalian pernah merasakan benci kepada diri kalian sendiri? APA KALIAN PERNAH MERASAKAN BAHWA KALIAN ADALAH SAMPAH DI KOLONG LANGIT INI?! ...

Tak Berjudul

Tidak semua anak bisa menuliskan tentang kepribadian ayahnya.  Terkadang ...  begitu banyak sekat ...  begitu banyak pekat ...  yang mencegat ...  membuat jemarinya tercekat. Mengapa begitu?  Sebab ia sungkan.  Ketika ia sedang menuliskan beberapa kata.  Sang ayah sudah menuliskannya dengan tinta keringatnya.  Ketika ia sedang menuliskan beberapa kalimat.  Sang ayah sudah menuliskannya dengan tinta darahnya.  Bahkan ... ketika ia sedang menuliskan beberapa paragraf.  Sang ayah sudah menuliskan buku hidupnya, dengan tinta nyawanya.  Dan akhirnya ...  sang anak hanya mampu melangitkan do'a ...  untuk ayahnya