Skip to main content

Terima Kasih Jingga Kirani

Berawal dari chat di Hangouts dengan kawan G+, saya cukup terkaget-kaget juga. Sebab, meski saya yang memulai membuka chat dengan mengundang kawan saya ini, dari chat obrolan ringan, bergeser kepada obrolan salah satu artikel di blog saya. Dan mengapa saya kaget?

Jingga Kirani ini belum lama saya kenal di G+ dan ternyata mau memberi kritikan tanpa diminta untuk satu atau dua artikel blog saya yang sudah dibacanya. Beruntungnya saya, saya diizinkan Jingga Kirani untuk menuliskan isi kritikannya dalam topik artikel saya kali ini.

Seseorang tak akan disebut penulis tanpa tulisan dan pembaca yang membaca tulisannya. Dan pembaca yang kritis, sangat membantu seorang penulis dan orang yang mulai merangkak menulis seperti saya untuk tahu sisi ke-tidaksempurna-an dari tulisannya.

Untuk lebih memudahkan apa hal-hal yang dikritiknya dari beberapa artikel di blog saya, dibawah ini saya salin chat H.O kami berdua:


Jingga Kirani:
"Hahaha kan udah td pagi"
"Klo boleh sedikit kritik ttng tulisanmu ya.tp jgn marah lhoo"
"Saya mmg gak bisa nulis kyak kmu,tp saya suka membaca" 

Saya:

😁
"Alhamdulillaah."

Jingga Kirani:

"Dan menurut saya tulisanmu kurang ngena"

"Dlm arti..,bahasa yg kmu gunain kurang nyentuh.hmm gimna ya njelasin nya.."
😧
Saya: 

 "Ya saya senang dikritik kok. Kmaren kan baru kritikannya aja, skarang mungkin jenengan bisa tambahi saran."

Jingga Kirani: 

 "Ya klo menurut saya sih anda bisa gunakan bahasa yg lebihlugas.yg lebih akrab di telinga masyarakat.mungkin bisa gunain kata loe gue gitu biar kesannya akrab"

Saya: 

 "mm.. yaya. Trus? apalagi?"

Jingga Kirani:

"Ttng bahasan nya jg jgn nyebar jd gak kena titik pokok utama nya"
"Saya gak bisa nulis malah di minta in pendapat.ya lucu.hahaha" 
"Blm ada saran lagi.mungkin kpn2"

Saya:
G+ Emoticon














Catatan: Beberapa bagian chat disesuaikan.



Saya begitu tertarik dengan kritikannya tentang: "Dan menurut saya tulisanmu kurang ngena."
Kenapa? Sebab beberapa hari sebelumnya sebelum chat dengan Kirani, saya memang sedang memikirkan bagaimana menggunakan bahasa tulisan yang pas supaya "isi pesan" artikel-artikel di blog saya bisa "sampai" kepada yang membacanya. Tentunya dengan tetap selaras dengan kaidah EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) dan tetap menarik untuk dibaca.

Memang, banyak sekali penguat supaya artikel itu menjadi menarik untuk dibaca. Kejelian, kepekaan penulis harus selalu dilatih untuk mendapatkan kekuatan itu. Hal yang terlintas di benak saya ketika menulis artikel ini adalah: "Untuk siapa tulisan ini akan dibaca? Jika tulisan ini hanya untuk bahan bacaan kamu sendiri saja, tulis saja bait-bait puisi yang sarat egoisme dalam makna. Tapi, jika tulisanmu beserta isi pesannya adalah untuk dibaca oleh pembaca, obyektif dan lugaslah! (seperti saran kawan saya, Jingga Kirani)."

Comments

Popular posts from this blog

Suatu Pekerjaan jika di Awali dari Hobi Biasanya Akan Berlanjut Menjadi Profesi

Cukur Asgar Pernah potong rambut? Pasti jawabannya,”Pernah.” Bahkan buat kaum lelaki, potong rambut adalah suatu hal yang rutin. Dimana biasanya kita memilih tempat untuk potong rambut? Biasanya para wanita lebih memilih salon daripada potong rambut ‘Asgar’. Hehehe. Nah, tulisan ini membahas sekitar potong rambut ala ‘Asgar’. Utamanya membahas seputar si tukang potong rambutnya. Ide menulis tema ‘Asgar’ ini Saya dapat dari obrolan ringan antara Saya dan seorang tukang potong rambut ‘Asgar’.

Rahim Sang Penulis

Hmmm, masih saja saya hadir di sini bertemakan tulisan artikel tentang, menulis, menulis dan ... menulis. Kenapa? Ya saja juga nggak bisa jawab! Begini, mmmm, sebentar, sebentar ... Maaf, barusan saya gosok-gosok hidung saya dulu karena gatal. (mungkin mau flu ya?). Begini, pembaca mungkin pernah memperhatikan tulisan anak-anak, atau mungkin dulu waktu kita masih sekolah ditingkat SD, tulisan kita pernah dikomentari, "Aduh, tulisan kamu bagus ya Nak." atau, "Yah Nak, tulisan kamu kok jelek ya, belajar nulis lagi ya Nak, biar bagus tulisan kamu." Sayangnya tulisan saya dari zaman SD sampai sekarang dikomentari dengan komentar mirip dengan komentar kedua. Mungkin anak-anak zaman sekarang juga masih mendapat salah satu di antara dua komentar barusan diatas. Ternyata, itu semua hanya sekadar tulisan.

Tidak Berselingkuh Terhadap Diri Sendiri

Say No? Ya! Say No!!! Ya, terlintas begitu saja, malam ini di waktu luang -sambil mendengarkan lagu favorit- saya ingin menulis, mengembangkan dari satu kata selingkuh menjadi beberapa paragraf kalimat di bawah ini. Awam dikenal bahwa kata selingkuh ini selalu berkaitan dengan hubungan lelaki-perempuan dan maklum-lah sehingga menjadikan kata selingkuh selalu melekat -jika- dua pihak itu yang berbuat.