Pak & Bu Ledak vs Bu & Pak Ledek
Selalu saja begitu. Jabatan dan harta selalu menjadi tolok
ukur tingkat kehormatan seseorang dalam masyarakat lingkungannya –meski sebagian kecil
anggota masyarakat masih ada yang tidak bertolok ukur dengannya–, begitu pula dengan yang
terhormat, Bapak Ledak dan Bu Ledak ini. Pasangan
meledak ini
memang sangat meledak-ledak bila bicara soal kehormatan. Mereka kaya, bila tak
dianggap –sebab kekayaan-nya– atau merasa tidak
dihormati sebab jabatannya yang menjadikan mereka kaya, meledaklah mereka.
Tidak peduli siapa pun, di mana pun, jika mereka berdua merasa dianggap sama
dengan masyarakat lainnya, maka meledaklah mereka dengan ucapan-ucapan setinggi
langit meski mereka berdua belum pernah sama sekali mengunjungi langit.
Dan, selalu saja begitu. Kedengkian berkarat yang lekat pekat di segumpal hati Bu Ledek dan Pak Ledek ini, mungkin jika ada tingkat
stadiumnya, sudah stadium 4. Bagaimana tidak! Akibat seringnya mereka mencibir,
–Bu Ledek dominan cibir
kiri, sementara Pak Ledek dominan cibir kanan– ujung sisi bibir mereka macam orang kena penyakit stroke
ringan. Bu Ledek monyong ke kiri, Pak Ledek sebaliknya. Tidak ada hari dari
hari-hari mereka yang tidak diisi cibiran (saya membayangkan alangkah
"aneh" dan lucunya saat mereka mencibir berdampingan, sambil berfoto
selfie). Ada saja selalu hal-hal yang mereka cibiri. Kedua mulut mereka jika
berbicara, halus, tapi menusuk, ibarat benda tajam menggorok leher hewan
kurban. Berbicara halus sambil tersenyum –tapi mencibir– kepada
lawan bicaranya. Dan, biasanya, lawan bicaranya sering hanya diam –berusaha tak menanggapi– menahan gelegak darah
amarah di jantung, dan berlalu menghindar.
Kedua pasangan ini setali tiga uang, setali tiga uang dalam
hal sisi buruk cara bermasyarakat. Mereka ada namun dianggap "benda gaib" oleh
masyarakatnya. Meski sebagian anggota masyarakat kadang ada yang memberi
"sesajen" kepada kedua pasangan ini supaya terhindar dari "malapetaka" ledakan dan ledekan mereka (hahahaha). Begitulah. Tapi,
meski setali tiga uang, mereka berempat ini jangan sampai bertemu bercengkrama.
Bakal terjadi ledakan dan ledekan hebat antara Pak dan Bu Ledak vs
Bu dan Pak Ledek yang bisa jadi tontonan sinetron live (disiarkan secara langsung) tanpa Tv, tanpa sutradara, tanpa
skrip dialog, tapi ... kaya improvisasi!
Tapi, saya tidak mau memberi "sesajen" kepada
kedua pasangan itu. Kenapa? Musyrik! Jika saya berpapasan dengan mereka, saya
akan mengucapkan doa yang pernah diajarkan Mbah Jingan.
Mau tahu? Ini doa-nya: Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan laki-laki
dan perempuan (sssttt, sebenarnya itu doa untuk masuk wc, cuma, karena cocok
redaksi doa-nya, makanya saya ucapkan jika bertemu Bu, Pak Ledek, Ledak).
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungan berikut berkomentarnya kamu.