Ibu, Merdeka Harimu Kapan?

Ibu, merdeka harimu kapan? Setiap hari aku melihat engkau penuh peluh menggendong anak-anakmu.
Logo wajahmu penuh jelaga debu perapian memasak sederhanamu, meski kadang apa yang engkau masak terbuang percuma begitu saja. Waktu-waktumu penuh keringat, jelaga, keletihan dan bau kurang sedap. Anehnya wajahmu tidak terlihat ber-air merah 'marah'. Hanya air jembar yang mengaliri setiap lekuk-lekuk mata air bercampur peluh wajahmu hingga berkilauan kulihat.

Tapi itulah engkau adanya, ibu. Meski nantinya mungkin engkau dikhianati oleh anak-anakmu sendiri yang pernah lahir dari rahim-mu, seolah-olah mereka lupa atau pura-pura lupa.
Tidak beranjak sementara aku memperhatikanmu. Sementara aku menoleh melihat se-isi rumahmu kini, berantakan!
Entah kemana perginya anak susuanmu kini, mungkin sebagian ada di negeri seberang berfoya-foya tak pernah kurang.
Getirmu menjadi manis untuk mereka. Sedihmu menjadi tertawa mereka.
Ah ...

Ibu, merdeka harimu kapan? "Mungkin setelah malaikat menjemput ibu untuk berpulang, dek, ibu akan merdeka. Dek, memang sudah kodrat menjadi seorang ibu, Meski tidak semua anak-anak akan berkhianat, setidaknya tidak semuanya hitam berarti pahit, getir.
Dek, sudah kodrat menjadi seorang ibu untuk merawat, membesarkan, membimbing apa yang keluar dari rahim ibu.
Ibu tidak pamrih, meski mereka berlaku begitu, mungkin cara ibu yang salah membesarkan mereka. Biar bagaimanapun juga, mereka amanat Tuhan yang harus ibu pertanggungjawabkan nanti saat ibu merdeka pulang.
Dek, buat ibu merdeka itu keikhlasan. Merdeka itu tanggung jawab. Dan ... merdeka sejati itu saat ibu pulang.", jawab sang ibu .  

Comments

Pos Populer